Pentingnya etika dalam dunia bisnis
adalah superlatif dan global. Tren baru dan masalah timbul setiap hari yang
dapat membuat beban penting untuk organisasi dan endconsumers. Saat ini,
kebutuhan untuk perilaku etis dalam
organisasi telah menjadi penting untuk
menghindari tuntutan hukum mungkin. Skandal publik dan praktik penyimpangan
perusahaan menyesatkan, telah
mempengaruhi persepsi publik dari banyak
organisasi.
Sebagai perusahaan multinasional
berkembang secara global dan memasuki pasar asing, perilaku etis dari pejabat
dan karyawan menganggap penting ditambahkan
sejak keanekaragaman budaya yang terkait dengan ekspansi tersebut dapat
merusak nilai-nilai budaya dan etika
banyak berbagi diamati dalam organisasi adat istiadat homogeny (Mahdavi, 2001).
A. Norma-Norma Moral Yang Umum Pada
Taraf Internasional
Salah satu masalah besar yang sudah
lama disoroti serta didiskusikan dalam etika filosofis adalah relatif tidaknya norma-norma moral.
Norma moral relatif saja tidak bisa dipertahankan. Namun demikian, itu tidak berarti
bahwa norma-norma moral bersifat absolut atau tidak mutlak begitu saja.
Norma taraf bisnis dibagi menjadi
tiga yaitu:
1. Menyesuaikan Diri
Norma-norma
moral yang penting berlaku di seluruh dunia. Sedangkan norma-norma non-moral
untuk perilaku manusia bisa berbeda di
berbagai tempat. Misalnya, norma-norma
sopan santun dan bahkan norma-norma
hukum di semua tempat tidak sama.
2. Regorisme Moral
Pandangan kedua
memilih arah terbalik disebut “rigorisme moral”, karena mau mempertahankan kemurnian etika yang sama seperti di
negerinya sendiri. Mereka mengatakan
bahwa perusahaan di luar negeri hanya
boleh melakukan apa yang boleh dilakukan
di negaranya sendiri dan justru tidak
boleh menyesuaikan diri dengan norma etis yang berbeda di tempat lain.
Mereka berpendapat bahwa apa yang dianggap baik di negerinya sendiri, tidak
mungkin menjadi kurang baik di tempat lain. Kebenaran yang dapat ditemukan
dalam pandangan regorisme moral ini adalah bahwa kita harus konsisten dalam
perilaku moral kita. Norma-norma etis memang bersifat umum. Yang buruk di satu
tempat tidak mungkin menjadi baik dan terpuji di tempat di tempat lain. Namun
para penganut rigorisme moral kurang memperhatikan bahwa situasi yang berbeda turut mempengaruhi keputusan
etis.
3. Imoralisme Naif
Menurut
pandangan ini dalam bisnis internasional tidak perlu kita berpegang pada
norma-norma etika. Kita harus memenuhi ketentuan-ketentuan hukum (dan itupun
hanya sejauh ketentuan itu ditegakkan di negara bersangkutan), tetapi selain
itu, kita tidak terikat norma-norma moral. Malah jika perusahaan terlalu
memperhatikan etika, ia berada dalam posisi yang merugikan, karena daya
saingnya akan terganggu.
B. Persoalan Etika Dalam Bisnis
Internasional
Fenomena yang agak baru di atas
panggung bisnis dunia adalah korporasi multinasional, yang juga disebut
korporasi transnasional. Yang dimaksudkan dengannya adalah perusahaan yang
mempunyai investasi langsung dalam dua negara atau lebih. Jadi, perusahaan yang
mempunyai hubungan dagang dengan luar negeri, dengan demikian belum mencapai
status korporasi multi nasional (KMN), tetapi perusahaan yang memilki pabrik di
beberapa negara termasuk di dalamnya.
Bentuk pengorganisasian KMN bisa
berbeda-beda. Biasanya perusahaan-perusahaan di negara lain sekurang-kurangnya
untuk sebagian dimiliki oleh orang setempat, sedangkan manajemen dan kebijakan
bisnis yang umum ditanggung oleh pimpinan perusahaan di negara asalnya. KMN ini
untuk pertama kali muncul sekitar tahun 1950-an dan mengalami perkembangan
pesat. Contoh KMN seperti Coca-Cola, Johnson & Johnson, General Motors,
IBM, Mitsubishi, Toyota, Sony, Unilever yang memiliki kegiatan di seluruh dunia
dan menguasai nasib jutaan manusia.
Di bawah ini akan dibahas usulan De
George tentang norma-norma etis yang terpenting bagi KMN.
1. Koorporasi multinasional tidak boleh dengan sengaja mengakibatkan kerugian langsung.
Norma pertama ini mengatakan bahwa suatu
tindakan tidak etis, bila KMN dengan tahu dan mau mengakibatkan kerugian bagi
negara biarpun tidak dengan sengaja atau langsung- menurut keadilan
kompensatoris ia wajib memberi ganti rugi.
2. Koorporasi multinasional harus menghasilkan lebih banyak manfaat daripada kerugian.
Norma
ini tidak membatasi diri pada segi negatif, tapi memerintahkan sesuatu yang
positif da ditegasakan lagi bahwa yang positif harus melebihi yang negatif.
3. Dengan kegiatannya korporasi multinasional itu harus memberi kontribusi.
KMN
harus menyumbangkan juga pada pembangunan negara berkmbang. KMN harus bersedia melakukan
alih teknologi dan alih keahlian.
4. Koorporasi multinasional harus menghormati HAM dari semua karyawannya
KMN harus memperhatikan tentang upah dan
kondisi kerja di negara berkembang.
C. Kesimpulan
Ketika berbicara masalah “etika”
dalam bisnis maka kita akan berbicara masalah “moral” yang bersumber didalam
hati nurani manusia “a goodness or badness” (kebaikan atau keburukan). Bahwa
Tuhan YME sudah menciptakan manusia dengan sesempurna mungkin yang dilengkapi
dengan akal dan modal “hati nurani” didalam menjalani kehidupan sesuai dengan
yang Tuhan ajarkan.
Berbisnis merupakan suatu aktivitas
didalam rangka pemenuhan kebutuhan manusia diperlukan sekumpulan “kode
etik” unwritten or written sebagai
batas-batas dalam manusia berbisnis.
Pada zaman modern orientasi bisnis tanpa
batas sudah menjadi issue global perdagangan internasional dan ekspansi jauh
dari entitas bisnis tidak lagi terkait dengan kerangka kerja terbatas arena
nasional atau bahkan regional. Isu-isu ini telah diasumsikan dimensi global dan
dengan demikian memerlukan solusi global Untuk itu, ia menduga bahwa mungkin
sebuah organisasi internasional merupakan kendaraan terbaik melalui mana kode
etik yang mencakup semua aspek bisnis dapat dikembangkan.
Sekali-atas dasar
seperti kode perjanjian internasional disusun, menandatangani dan meratifikasi,
mungkin bijaksana untuk meninggalkan pelaksanaan perjanjian dengan subjek
negara anggota untuk melakukan audit berkala oleh badan internasional yang
independen. WTO akhirnya dapat mengambil peran ini. Sementara itu, organisasi
global perlu mengembangkan dan menegakkan kode etik mereka sendiri secara
khusus ditujukan pada isu-isu terkait dengan lingkungan bisnis multikultural
multinasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar