Kamis, 11 Juni 2015

Heboh Beras Plastik ( Tinjauan dari hak perlindungan asasi rakyat )

          Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus beredarnya beras sintetis (beras oplosan) yang dikenal masyarakat dengan beras plastik di banyak wilayah Indonesia. Musababnya, menurut Ketua Umum DPP HIPPI Suryani Motik peredaran beras sintetis meluas hingga Sumatera dan Bali. "Kami mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus beras plastik yang sudah sangat meresahkan masyarakat

         Yani mengatakan, awalnya beras berbahan sintetis itu ditemukan di Pasar Bekasi. Namun kini, telah merambah ke banyak wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Bali. Hal itu tentu sangat membahayakan bagi kesehatan masyarakat, sekaligus juga membahayakan ketahanan pangan nasional. Pasalnya, dari total 250 juta penduduk Indonesia, mayoritas mengkonsumsi beras sebagai makanan utamanya. Yani menengarai munculnya kasus beras sintetis ini salah satu pemicunya adalah tidak seimbangnya antara pasokan dan permintaan. Sementara itu, pemerintah terus mengupayakan adanya penyeragamam bahan pangan pokok, bahkan kalau perlu dari importasi.

         Berkaca dari kasus ini, HIPPI pun mendorong adanya upaya diversifikasi pangan di samping peningkatan produksi beras. Ketua Bidang Pertanian, Peternakan dan Perkebunan DPP HIPPI Emil Arifin juga mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan diversifikasi pangan. Sebab selama ini, kata dia, langkah penyeragaman mengkonsumsi beras tetap dilakukan pemerintah dengan berbagai langkah impor beras.

         "Padahal secara budaya, katanya, masyarakat Indonesia sebenarnya tidak semua menjadikan beras sebagai makanan pokoknya. Tetapi juga ada jenis lain seperti jagung, sagu, singkong, dan beberapa jenis lainnya," jelas Emil. Sejauh ini, kata dia, berdasarkan pantauan di lapangan, belum ditemukan adanya beras bercampur plastik buatan china tersebut. "Hingga kini belum ada laporan soal beras itu dari petugas pemantau kami di lapangan," ujar Busar.

         Meski aman, Busar memastikan, pengawasan tetap akan dilakukan secara maksimal karena terkadang penyelundupan bahan berbahaya melalui cara-cara yang jarang terfikirikan orang. "Masyarakat juga harus waspada, harus punya pengetahuan agar tidak jadi korban," katanya lagi. Sementara itu, Hartono, salah satu pedagang sembako di pasar Srimangunan mengatakan banyak pelanggannya menanyakan kebenaran soal beras becampur plastik. "Karena saya tidak tahu, saya cuma bilang, saya tidak jual beras seperti itu," katanya.

         Isu itu, kata dia, belum mempengaruhi penjualan beras di tokonya. Dalam sehari Hartono bisa menghabiskan 200 kilogram beras. "Belum berpengaruh, penjualan masih normal," pungkas dia. "Di masyarakat muncul ketidakpercayaan pada pemerintah. Jika pemerintah tidak melakukan pengelolaan isu dengan baik, maka dampak sosial, ekonomi dan politik akan semakin berlanjut," ujar Iding dalam Diskusi Jelang Puasa: Pangan dan Kesehatan di Dunkin Donut, Jalan HOS Cokroaminoto

         Ia menjelaskan, dampak sosial yang terjadi di masyarakat adalah publik semakin resah terhadap beras yang dijual di pasaran. Dampak ekonomi, omzet pedagang beras akan turun menjadi lebih besar dari yang saat ini anjlok hingga 60 persen. Sedangkan dampak politik, publik semakin tidak mempercayai pemerintah karena tidak mampu menanggulangi beras plastik ini.

         Menurut dia, pemerintah harus segera melakukan dua hal manajemen isu, yakni identifikasi dan melakukan langkah-langkah perbaikan. Langkah identifikasi, pemerintah diminta mencari akar persoalan dan sebab-musabab isu beras plastik ini muncul. "Permasalahan beras ini menurut saya pemerintah belum melakukan secara cermat dan komprehensif. Sehingga yang terjadi adalah pemerintah terburu-buru melakukan statement yang justru kian membingungkan masyarakat. Ini dari sisi manajemen isu kurang baik," papar dia.

         Pernyataan Kapolri Badrodin Haiti yang secara tiba-tiba membantah hasil uji laboratorium Sucofindo, karena mengeluarkan hasil yang positif terhadap temuan beras plastik di Bekasi, membuat pemerintah dinilai tak serius mengidentifikasi permasalahan ini. Seharusnya, ungkap Iding, pemerintah benar-benar melakukan identifikasi agar mengetahui akar permasalahan munculnya beras plastik yang beredar di pasar.

         "Pernyataan Kapolri Badrodin Haiti yang menyatakan alat Sucofindo itu terkontaminasi zat plastik, ini pernyataan yang sangat sembrono. Karena kita tahu betul bahwa Sucofindo merupakan bagian dari pemerintah. Bagaimana mungkin pemerintah mendelegitimasi pemerintah. Kredibilitas Sucofindo hingga saat ini belum ada yang meragukan," tutur dia.

         Pernyataan Kapolri tersebut justru menimbulkan pertanyaan yang lebih dalam di kalangan masyarakat. Jika begitu, seharusnya hasil uji laboratorium yang dilakukan Sufindo sejak dahulu juga mengandung plastik.

         "Karena yang diuji Sucofindo itu sangat banyak. Ini konyol. Menurut saya, pemerintah harus jujur terhadap sebuah kasus dan berusaha untuk mau memperbaiki. Itu jauh lebih elegan dan lebih baik. Dan menurut saya, dengan jujur kredibilitas pemerintah justru akan meningkat," pungkas Iding. Beras plastik yang beredar di Pasar Bekasi diduga berasal dari Tiongkok. Sebab, ramai diberitakan sebelumnya Tiongkok memproduksi beras palsu yang berasal dari kentang, ubi jalar dan limbah plastik. Bahkan, praktik penggunaannya dapat diakses dalam laman Youtube.

         Atas peristiwa ini, pemerintah harus segera mengecek sentra-sentra beras yang tersebar di Pulau Jawa khususnya. Hal ini untuk mengantisipasi peredaran beras palsu. Sehingga celah impor beras illegal dapat tertutup. Disamping juga, evaluasi terhadap mekanisme impor pengadaan beras tujuan khusus.

         Pemerintah juga harus menindak tegas distributor maupun pedagang yang melakukan penjualan beras ini. Tiongkok memang memilki sejarah dalam membuat makanan palsu. Harian The Global Times pernah melaporkan pada bulan Juli 2010. Perusahaan di Xi'an, Tiongkok telah membuat versi palsu secara ekspansif beras Wuchang. Caranya dengan mamasukkan bumbu penyedap dalam beras yang asli.

         Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mendesak pemerintah segera menindak pelaku dan menjelaskan ke publik soal temuan beras sintetis berbahan campuran plastik yang beredar di Bekasi, Jawa Barat. Ketidakjelasan mengenai spesifikasi dan kandungan beras sintetis  dinilai APPSI membuat konsumen khawatir salah konsumsi dan mengurangi pembelian beras di pasar.

         “Kami masih menunggu hasil dari uji laboratorium Perum Bulog dan keterangan dari Kepolisian. Jangan sampai salah kaprah dan membuat heboh masyarakat,” ujar Ngadiran, Sekretaris Jenderal APPSI kepada CNN. APPSI menduga beras oplosan plastik bukan berasal dari dalam negeri. Ngadiran menjelaskan beras palsu tersebut berbahan dasar kentang yang dicampur dengan beberapa bahan sintetis.

         Lebih lanjut, Ngadiran menyatakan pihaknya masih terus berkoordinasi dengan para anggotanya di berbagai daerah. Nantinya, kata Ngadiran, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan pemerintah dan aparat terkait. “Semoga segera ditindak. Jangan sampai bikin heboh karena pasti membuat konsumen berpikir dua kali untuk belanja beras ke pasar,” ucapnya.

         Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerima laporan dari masyarakat mengenai toko penjual beras plastik di wilayah Bekasi. Berbekal laporan tersebut, petugas otoritas perdagangan itu melakukan inspeksi ke sejumlah toko di Pasar Mutiara Gading Timur, Bekasi.  Selama tiga hari pemeriksaan lapangan, Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kemendag Widodo mengaku belum bisa menemukan pemasok beras ilegal tersebut.

         “Ketika menerjunkan tim ke lapangan, saya sebenarnya ingin secara diam-diam dulu. Tapi ternyata sudah tersebar jadi kami sulit menemukan pemasok beras tersebut. Mereka sudah pasang kuda-kuda. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran menyebutkan ciri utama beras asli adalah adanya mata beras. "Kalau beras asli pasti ada matanya, sedangkan yang palsu putih mulus.

         Mata beras yang dimaksud Ngadiran adalah bercak putih pada bagian tengah bulir beras. Pada beras asli, bercak ini dapat terlihat dengan jelas. Beras asli juga memiliki warna yang lebih keruh. Selain itu, menurut Ngadiran, kemulusan beras asli tidak sempurna. Pasti ada bulir-bulir beras yang sedikit patah. Hal ini berbeda dengan beras palsu dari plastik bikinan pabrik yang bentuknya seragam.

         Bila dengan pandangan sekilas masih meragukan, Anda bisa mengecek keaslian beras dengan cara memanaskannya sedikit. "Bila diberi api, beras sintetis akan langsung lengket dan menyambung karena terbuat dari plastik," ujar Ngadiran. Begitu pula saat dicuci. Beras asli akan mengendap ke dasar saat direndam. Sebaliknya, beras palsu akan mengambang.

         Ngadiran mengatakan perbedaan beras palsu dan asli juga sudah disosialisasikan kepada pedagang agar tak tertipu saat membeli. Dia mengimbau masyarakat yang menemukan beras palsu dijual di pasar agar segera melapor. "Langsung saja lapor ke polisi kalau ketemu beras palsu," ucapnya.

Informasi tentang beras sintetis mencuat setelah seorang warga Bekasi, Dewi, mengungkapkan telah membeli beras yang diduga bercampur beras plastik. Pedagang bubur itu membeli 6 liter beras dengan harga Rp 8.000 per liter. Saat dimasak menjadi bubur, Dewi merasa ada kejanggalan pada beras tersebut. Pemerintah setempat pun langsung bereaksi melakukan penyelidikan.

         Menteri Perdagangan Rahmat Gobel mengungkapkan sejumlah langkah kementerian guna mengatasi maraknya peredaran beras plastik. Kementerian akan mendata produsen beras dan mengatur kembali soal mereknya. "Karena isu ini Kementerian Perdagangan akan mengatur kembali semua merek dagang yang ada buat beras," ujar Rahmat saat melakukan rapat koordinasi dengan Kapolri Badrodin Haiti di Mapolda Metro Jaya.

         Rahmat menjelaskan, saat ini Kementerian Perdagangan akan berkoordinasi juga dengan Kementerian Pertanian dalam kasus ini. Kita akan pantau siapa yang memproduksi barang-barang tapi selama ini kita juga kurang paham siapa yang memproduksinya," ujarnya.

         Ketika ditanyakan apakah sudah ada tempat lain selain Bekasi dalam penemuan beras plastik, Rahmat mengaku belum mendapatkan laporan lain mengenai kasus ini."Sampai minggu lalu saya sudah ke masing-masing daerah dan hanya baru di Bekasi saja dan di daerah lain belum, saya sudah bertemu dengan Gubernur Jawa Timur dan tidak ada laporan juga," kata Rahmat.

         Lebih lanjut, Rahmat menjelaskan isu mengenai beras berbahan plastik ini juga sudah sampai ke Negeri Jiran Malaysia.Saya kebetulan baru menghadiri acara dari rapat APEC dan bertanya kepada Menteri Perdagangan Malaysia terhadap isu ini, isu yang sama (beras plastik) ada tapi ternyata tidak ada (beras plastik), jadi memang ada isu yang diangkat.

         Pemerintah wajib mengusut tuntas dan memastiskan keamanan pangan di masyarakat sesuai dengan amanat undang-undang. Wakil Sekjen DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kamhar Lakumani mengatakan, sorotan publik masih ramai akibat dibuka kembalinya kran impor beras setelah sebelumnya pemerintah gembar-gembor tentang swasembada beras, kedaulatan pangan,  dan stop impor beras.

         "Mungkin Presiden Joko Widodo merasa malu ketika mendapati ditanyakan oleh Presiden Vietnam soal kapan lagi membeli beras ditengah meningkatnya anggaran pertanian dan pelibatan Babinsa seolah swasembada beras terwujud besok," kata Wakil Ketua Umum Kader Muda

         "Faktanya, publik kembali dikejutkan dan dicemaskan dengan beredarnya beras plastik. Kita tunggu respon presiden yang malu impor beras tapi beras plastik justru lebih memalukan," sambung Kamhar. Menurutntya, temuan beras plastik ini sangat mencemaskan dan mengkhawatirkan, apalagi berdasarkan hasil penelitian Sucofindo, beras plastik ini mengandung senyawa yang menjadi bahan baku pembuatan PVC dan kabel yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

         "Di Eropa, bahkan untuk mainan anak-anak pun, penggunaan bahan senyawa seperti ini telah dilarang," kata Ketua Wasekjen Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia Untuk itu, Pemerintah wajib mengusut tuntas dan bertanggung jawab untuk memastikan keamanan pangan di masyarakat sebagaimana di atur dalam Pasal 68 UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, serta mengambil tindakan tegas terhadap pelaku baik berupa sanksi administratif, denda maupun pidana penjara sesuai ketentuan dalam UU tersebut.

         "Pedagang dan pengelola pasar bertanggung jawab atas produk yang dijual di pasar itu kepada pelanggan," kata Rachmat usai melakukan pertemuan bilateral di sela pertemuan menteri-menteri perdagangan negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC). "Kita harus menyikapi masalah ini dengan bijak. Manajemen pasar tradisional harus diatur kembali agar bila terjadi suatu masalah, kita bisa cari siapa produsen barang tersebut," ujar Rachmat seperti termuat dalam rilis yang dikirim Kementrian Perdagangan.


         Dia juga menyampaikan masalah peredaran beras sintetis yang diduga berasal dari Tiongkok saat melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Perdagangan Cina, Wang Shouwen. Pihak Tiongkok berjanji membantu Indonesia menangani masalah peredaran beras plastik. Menurut Wang, pemerintah Cina saat ini hanya memberikan izin kepada satu badan usaha milik negara untuk mengekspor beras sehingga akan mudah menelusuri peredaran beras plastik.

Sanksi Fifa Terhadap PSSI (Tinjauan dari sisi hak pemain dan penonton sepak bola)

Datangnya musibah sanksi atau suspend dari FIFA kepada Indonesia memantik emosi bagi seluruh elemen pecinta sepak bola nasional. kemarin secara resmi FIFA memberikan surat yang ditandatangani Sekjennya Jerome Valcke berupa sanksi kepada Indonesia. Penyebab sanksi ini tak lain adalah intervensi Menpora, Imam Nahrawi kepada PSSI sejak awal tahun 2015. Padahal FIFA sebelumnya sudah memberikan tenggat waktu hingga 29 Mei agar Menpora dan PSSI mampu duduk bersama dan menyelesaikan permasalahan ini. Menanggapi hal ini, Koordinator Barisan Mahasiswa Anti Intervensi, Bayu Mahendra mengatakan saat ini Republik Indonesia diskenariokan pecah menjadi 3 bagian sepertinya sudah berjalan

Dia membeberkan hal ini diawali dari Persipura yg dikerjai oleh aparat negara sehingga tidak bisa menjamu Pahang FC sehingga mengakibatkan tidak bisa lanjut ke babak selanjutnya. "Pukulan telak lagi adalah setelah sanksi FIFA datang semakin menutup harapan persipura untuk meraih prestasi lebih di tahun ini," bebernya. 

Media Officer Arema Cronus, Sudarmaji, menyatakan prihatin dan sedih atas jatuhnya sanksi dari FIFA terhadap Indonesia. Peringatan dari pencinta bola yang selama ini diteriakkan kepada pemerintah, menurut Sudarmaji, tidak digubris oleh pemerintah, hingga sanksi tersebut turun. "Sekarang kita dikucilkan, siapa yang mesti bertanggungjawab atas kerugian ini," kata Sudarmaji. Menurutnya, pemerintah harus segera melakukan tindakan nyata untuk memperbaiki dampak dari sanksi yang diturunkan oleh FIFA di antaranya seperti mencabut SK Pembekukan PSSI, dan menghormati keputusan PTUN. 

Selain berdampak pada sepakbola nasional, sanksi tersebut juga berimbas buruk bagi klub. Menurutnya, kepercayaan dari mitra sponsor dan investor Arema ikut rusak akibat jatuhnya sanksi FIFA.  Manajemen berencana untuk segera menyusun strategi demi membangun lagi kepercayaan yang hancur akibat sanksi itu. “Kita segera berdiskusi kembali dengan manajemen dan tim,” ucap Sudarmaji menjelaskan. Seperti diberitakan, FIFA menjatuhkan sanksi kepada Indonesia pada Sabtu petang, 30 Mei 2015. Sanksi berupa larangan bertanding di turnamen internasional dan beberapa kerja sama dengan FIFA dari segi peningkatan kemampuan pelatih sampai wasit juga dijatuhkan.

FIFA meminta PSSI kembali mengatur sepakbola Indonesia secara Independen tanpa campur tangan pemerintah, pengelolaan tim nasional diberikan kembali pada PSSI, tanggung jawab seluruh kompetisi PSSI diberikan pada otoritas PSSI dan bidang di bawahnya dan seluruh klub yang mendapat lisensi PSSI sesuai dengan Peraturan Lisensi Klub PSSI harus bisa bertanding di kompetisi PSSI. Manajemen PT Kabau Sirah Semen Padang belum menentukan nasib para pemainnya setelah Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) diganjar sanksi oleh Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA). Direktur Teknik Semen Padang Asdian mengatakan sanksi itu akan sangat berdampak pada timnya, karena tidak ada kepastian mengenai jadwal kompetisi.

Asdian akan membicarakan soal nasib tim Semen Padang dengan komisaris perusahaan tersebut. Menurut dia, dampak sanksi FIFA bukan hanya akan dirasakan oleh klub, tapi juga para pemain yang kehidupannya sangat bergantung pada kompetisi sepak bola. “Kami ingin badai ini cepat berlalu,” ujarnya. Rencana pemerintah untuk menggulirkan kompetisi setelah Lebaran sangat sulit diterima Semen Padang. Menurut dia, gelaran kompetisi liga profesional akan sangat membutuhkan banyak biaya dan sponsor untuk bertanding. “Klub memiliki kehidupan profesional, punya biaya, dan kehidupan dari sponsor,” ucapnya.

Sebelumnya, pada Sabtu pekan lalu, FIFA memberikan sanksi kepada PSSI. Sanksi dari FIFA tersebut merupakan buntut dari kisruh persepakbolaan Indonesia. Dengan sanksi tersebut, tim sepak bola Indonesia tidak bisa berkiprah dalam kejuaraan atau kompetisi level internasional. Dengan sanki dari FIFA tersebut banyak dari beberapa team sepak bola indonesia yang Seluruh pemain Semen Padang terpaksa pulang kampung, karena tidak ada kegiatan seiring pembekuaan PSSI oleh Menpora serta jatuhnya hukuman FIFA kepada sepakbola Indonesia. 
Keluarnya sanksi FIFA yang dijatuhkan terhadap sepakbola Indonesia membuat klub Semen Padang seperti mati suri. Kompleks perumahan pemain kosong tak berpenghuni. Kantor manajemen klub juga dikunci dan tidak ada aktivitas. Seperti diketahui, sepakbola Indonesia kembali terguncang, FIFA akhirnya menjatuhkan sanksi kepada PSSI. FIFA menilai pemerintah Indonesia melalui Kemenpora melakukan pelanggaran terkait independensi PSSI.

Sanksi yang dijatuhkan FIFA kepada PSSI memang dikehendaki Menpora. Buktinya sejak awal raker dengan Menpora belum lama ini, kesimpulan raker mengindikasikan ke arah sanksi oleh organisasi sepak bola internasional tersebut. Kesimpulan pertama, lanjut Jefirtson, mengapresiasi rencana pemerintah untuk pembinaan sepak bola yang lebih baik sehingga prestasi sepak bola Indonesia bagus. Kemudian kesimpulan kedua, dalam usaha pembinaan sepak bola itulah maka Komisi X berharap supaya pemerintah hati-hati agar tidak disanksi oleh FIFA.

Kesimpulan kedua ini ditolak dan tidak disetujui Menpora padahal merupakan signal agar pemerintah hat-hati. Sampai saat itu rapatnya dead lock sebab menolak kata-kata sanksi itu. “ Ini indikasi memang dari awal menghendaki ada sanksi FIFA,” tegas politisi asal Dapil NTT ini. Ke depan, Komisi X kemungkinan akan menggulirkan hak interpelasi kepada Menpora. Secara pribadi, kata Kore, setuju digulirkan interpelasi untu pemerintah. Meski demikian dirinya masih harus menyampaikan kepada Pimpinan fraksi dan juga loby kepada fraksi lain untuk menggulirkan interpelasi. “ Saya lihat teman-teman fraksi lain setuju sebab berdampak kepada masyarakat luas. Saya optimis,” katanya.

Menanggapi mundurnya Presiden FIFA Sepp Blater, Kore menyatakan tak ada dampak bagi persepakbolaan tanah air, sebab menyangkut masalah pribadi. Hanya saja dia juga mendesak mafia-mafia sepakabola Indonesia harus diberantas. Selama ini seolah-olah FIFA raja, tidak bisa disentuh. Dengan mundurnya Blater diharapkan ada Pimpinan FIFA yang baru sehingga Indonesia juga mendaptakan benefit yang lebih banyak dari FIFA. Saat ditanya bahwa langkah controversial Menpora itu untuk mereformasi PSSI, Jefirston mengatakan dirirnya tidak melihat road map yang bagus dari Menpora. Dia menduga sanksi FIFA dijatuhkan karena masalah-masalah individu yang dibawa ke ranah politik.

“ Saya yakin memang ada abuse of power Menpora untuk membekukan PSSI. Namun Menpora tidak mempertimbangkan efeknya. Bayangkan, bagaimana para pemain bisa hidup dengan anak-anaknya, keluarganya, official dan orang-orang yang hidup dari sepak bola, pengurus. Dan terpenting hiburan masyarakat,” katanya. Kalau ada orang diduga korupsi, orangnya ditangkap bukan PSSI yang dibekukan. Terkait Tim Transisi, dengan tegas Jeffry menyatakan menolak. “ Saya usulkan Tim Transisi dibubarkan saja. Itu salah langkah dari Menpora. Yang tidak berprestasi bukan hanya PSSI, cabang olah raga lain juga ada yang minim prestasi,” kata Jeffri menambahkan(parle/aya Para stakeholder sepak bola di negeri ini terlalu banyak berkomentar dan terkesan takut menerima perubahan. Buktinya, rentetan kritik langsung terlontar dari banyak orang ketika ada pihak-pihak yang ingin membangun kembali persepakbolaan Indonesia dari awal.

Beberapa waktu lalu, Menpora berencana menggelar turnamen yang melibatkan seluruh klub profesional di tanah air. Jumlah hadiah yang ditawarkan cukup besar, yakni Rp5 miliar untuk pemenang, Rp3 miliar kepada runner-up, dan Rp2 miliar bakal diberikan kepada peringkat ketiga. Hadiah yang ditawarkan tidak perlu dibahas terlalu jauh. Esensi penting yang patut dicermati adalah kemauan pemerintah untuk menggulirkan kompetisi agar roda sepak bola di Indonesia kembali berputar. Bukankah itu yang selama ini diinginkan semua orang? 

Konsep dan teknis kompetisi yang ditawarkan Menpora memang belum matang. Tapi bukan berarti harus dihujani kritik. Harusnya, semua pihak membantu keinginan Menpora agar kompetisi kembali berjalan dan ketakutan para pesepak bola, ofisial, dan pegadang kehilangan nafkah tidak terjadi. Sanksi FIFA tidak perlu diratapi secara mendalam. Karena memang pada dasarnya sanksi tidak akan mematikan industri sepak bola di Indonesia secara keseluruhan. Pasalnya, Indonesia tetap diizinkan menggelar kompetisi mandiri dan profesional di dalam negeri. Tapi ya keseruan sedikit menurun karena sanksi tersebut membuat kompetisi tidak boleh diikuti oleh pemain asing. Makan Konate, Fabiano Beltrame, dan kawan-kawan harus pulang kampung karena tidak mendapat restu bermain di negara yang sedang dihukum.

Akan tetapi, kenyataan itu juga tak pantas disesali secara berlebihan. Indonesia bisa belajar dari nasib yang dialami Irak pada 2009 lalu. Ketika itu, para pemain asing di Irak juga terusir karena negara itu diberi sanksi oleh FIFA. Kejadiannya mirip dengan yang dialami Indonesia. Pada masa itu, FIFA merasa perlu mengeluarkan sanksi karena menganggap pemerintah Irak sudah bertindak terlalu jauh. 

Persis seperti yang terjadi di Indonesia pula, masyarakat Irak pada awalnya juga ketakutan menerima putusan itu. "Sanksi akan berimbas buruk kepada para pemain dan tim nasional. Masyarakat juga tidak akan memiliki kesempatan untuk menyaksikan dan mendukung idolanya," kata Mahdi Ati Al-Khrkhi, seorang ketua suporter timnas Irak seperti dikutip IWPR.

Tapi apakah ketakutan itu menjadi kenyataan? Tidak! Sepak bola Irak justru melangkah lebih maju usai diberi sanksi. Pengembangan jadi lebih maksimal karena seluruh tim mengandalkan pemain lokal. Tanpa ada pemain asing, pemain lokal mendapat lebih banyak menit main sehingga skill mereka terasah secara cepat.

Kondisi ini menimbulkan efek positif. Setelah sanksi dari FIFA dicabut, Irak langsung siap menghadapi ketatnya persaingan di persepakbolaan internasional. Para pemain-pemain muda yang digembleng di kompetisi selama Irak disanksi berhasil unjuk gigi di sejumlah turnamen sejak 2010--2013. Paling dahsyat, tentu ketika timnas Irak U-20 mampu menembus babak semifinal Piala Dunia U-20 2013.

Irak dengan segala keterbatasannya saja mampu berbicara banyak hingga ke Piala Dunia U-20. Indonesia seharusnya juga bisa melakukan hal yang sama. Namun semua itu hanya bisa dilakukan andai seluruh stakeholder sepak bola di tanah air mau menyelesaikan masalah secara bersama. Nasi sudah menjadi bubur. FIFA sudah bertindak dan menjatuhkan sanksi kepada Indonesia. 

Saatnya mencari solusi dan menjadikan visi PSSI 2020, yakni membangun sepak bola Indonesia modern yang ditopang oleh pembinaan serius terhadap pesepak bola muda. Di level organisasi, PSSI harus banyak dibenahi agar menjadi profesional sehingga menopang prestasi Timnas menuju pentas dunia, bukan malah saling mengkritik dan mencari kesalahan orang lain.

Namun ketika FIFA memberikan sanksi pada sepakbola Indonesia, Kemenpora masih belum ada tanda-tanda untuk mencabut pembekuan PSSI. Ultramania dan sebagian komunitas suporter di Indonesia tak memihak siapapun dan hanya ingin kompetisi segera berjalan Suporter hanya ingin kompetisi bisa jalan dan kami bisa menyaksikan laga lagi. Kalau seperti ini, kompetisi mulai ISL hingga tingkat lokal juga mati. Banyak pemain hingga pedagang yang kena dampak dari tiadanya kompetisi

Pihaknya akan menunggu bagaimana kelanjutan sidang gugatan PSSI di PTUN. Jika putusan PTUN tak memengaruhi kebijakan Kemenpora untuk mencabut pembekuan PSSI, ada dua pilihan, menggelar demo serentak di tiap daerah atau kepung ke Kemenpora dan Istana Negara.
"Kalau nglurug ke Jakarta, maka kami juga akan mengirim surat ke Presiden terkait mati surinya sepakbola Indonesia. Hampir semua suporter di Indonesia merespon positif rencana demo ini," pungkasnya.

Kemenpora menganggap kepengurusan baru PSSI dibawah kepemimpinan La Nyalla Mattalitti tidak sah, sehingga mereka enggan menerima ajakan dialog tersebut. PSSI 'kan sudah dibekukan. Kapasitasnya apa?" kata Deputi harmonisasi dan kemitraan Kementerian Olah raga, Gatot S Dewa Broto Kemenpora bersikukuh akan membentuk tim transisi. Tim inilah yang akan menggelar kongres untuk membentuk kepengurusan PSSI yang baru Sebaliknya, PSSI pimpinan La Nyalla Mattalitti tidak yakin rencana kongres itu akan terselenggara secara mulus.

Lebih lanjut, PSSI memperingatkan bahwa langkah Kemenpora membekukan PSSI tidak dapat dibenarkan, karena PSSI adalah anggota FIFA, Asosiasi sepakbola dunia.
Mereka juga mengganggap langkah Kemenpora itu sebagai intervensi yang dapat melahirkan sanksi dari FIFA. Tetapi Menteri Pemuda dan olah raga, Imam Nahrawi menepis kekhawatiran ini: "Saya tidak yakin itu. 

Dan saya kira ini saat yang tepat bagi bangsa Indonesia untuk melakukan persiapan lebih serius lagi menata prestasi sepak bola kita."Sanksi pembekuan PSSI dikeluarkan setelah organisasi induk sepak bola Indonesia ini tidak mengakui hasil rekomendasi Badan Olahraga profesional Indonesia, BOPI, yang melarang keikutsertaan Arema Cronus dan Persebaya Surabaya dalam liga sepak bola. Kedua klub liga ini dinyatakan tidak lolos persyaratan peserta kompetisi liga, karena masalah dualisme kepengurusan. Namun tuntutan Kemenpora itu tidak digubris. PSSI tetap mengizinkan Arema dan Persebaya bertanding, awal Maret 2015 lalu.
Di sinilah, Kemenpora kemudian menulis surat peringatan pertama dan kedua, tetapi tidak ditanggapi, dan akhirnya berujung pada pembekuan PSSI ketika organisassi ini menggelar Kongres luar biasa di Surabaya. Kemenpora dan PSSI diminta segera menyelesaikan konflik di antara mereka dan melepaskan egoisme masing-masing demi menyelamatkan masalah yang lebih penting yaitu masa depan sepak bola Indonesia. Hal ini disuarakan sejumlah pihak menanggapi konflik terbuka Kemenpora-PSSI terkai tpemberian sanksi berupa pembekuan PSSI oleh Kemenpora.
Mereka yang menganggap sepi peluang jatuhnya sanksi FIFA terhadap Indonesia salah prediksi. Ini bisa dimaklumi karena landasan prediksi tersebut salah karena tidak mengerti peraturan yang berlaku dalam FIFA khususnya yang terkait dengan kewajiban anggota serta apa yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.  Tentu saja sanksi tersebut tidak ada kaitan dengan populasi suatu negara anggota FIFA. Juga aspek bisnis tidak masuk hitungan FIFA. Bahkan kalau ada yang mengangggap potensi bisnis sepakbola yang sangat besar di Indonesia, nampaknya ini kesimpulan yang tidak tepat.

Akan halnya potensi bisnis sepakbola di Indonesia, yang harus menjadi basis adalah daya beli masyarakat kita. Walaupun secara populasi Indonesia menduduki negara nomor empat di dunia, daya belinya jauh di bawah banyak negara maju. Ini terlihat dengan harga tiket untuk menonton pertandingan sepakbola  relatif rendah. Tidak heran jika gaji para pemain sepakbola profesional di Indonesia tidak besar. Sementara nilai transfer pemain juga kecil. Fakta lain bahwa klub-klub sepakbola kita kemampuan secara finansial tidak besar.

Walau begitu, banyak pihak memperkirakan bahwa potensi sepakbola kita akan meningkat seiring dengan meningkatnya laju pembangunan yang pada gilirannya akan meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia. Faktor ini memang tidak dipandang sebelah mata oleh para sponsor. Bagaimanapun sepakbola sudah merupakan industri.

Kemelut di Golkar ( Tinjauan Sisi Hukum )

       Kemelut Partai beringin itu kini terbelah dan mempunyai dua struktur pengurus. Satu hasil Musyawarah Nasional Bali dengan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum, sedangkan satu lagi hasil Munas Jakarta dengan Agung Laksono sebagai ketua umum. Banyak pendapat berserakan di media massa menyangkut Munas mana yang legal, mana yang abal-abal. Termasuk putusan-putusan yang sudah diambil. Di luar itu, konflik yang dihadapi Partai Golkar sekarang adalah konflik terbesar sepanjang sejarah partai moderen ini. Dalam usia 50 tahun, partai politik tertua ini justru mengalami masalah yang akan mengubah wajah Partai Golkar ke depan. Bukan hanya sisi legalitas, melainkan juga dalam kaitannya dengan konsolidasi demokrasi yang sedang berjalan.

        Sehingga, diperlukan kehati-hatian dalam menyelesaikan masalah ini, baik dari kalangan internal Partai Golkar, maupun pihak terkait termasuk dan terutama pemerintah dan lembaga peradilan. Apabila penanganan yang dilakukan emosional dan berdasarkan pamer kekuasaan semata, bisa dipastikan bahwa Partai Golkar bakalan mengalami konflik permanen, struktural dan masif yang sulit dicarikan jalan keluar. Konflik yang selama ini terkelola dengan baik, hanya berlangsung secara tertutup, belakangan menjadi terbuka dan diketahui oleh masyarakat luas.

        Pemberian mandat kepada Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie dalam Rapimnas VI Partai Golkar di Jakarta. Mandat itu berisi dua opsi, yakni (1) menetapkan ARB sebagai Calon Presiden atau Calon Wakil Presiden Partai Golkar, dan (2) memberikan mandat penuh kepada ARB untuk menjalin komunikasi dan koalisi dengan partai politik manapun. Fakta politik yang terjadi, ARB tidak menjadi Capres atau Cawapres, melainkan mengusung pasangan Capres Prabowo Subianto dan Cawapres Hatta Rajasa. Padahal, dalam pemahaman yang berbeda, mandat penuh hanya diberikan dalam konteks ARB sebagai Capres atau Cawapres, bukan malah membawa Partai Golkar untuk mengusung pasangan Capres dari non kader dan partai politik lain.

        Upaya Partai Golkar mengusung Prabowo-Hatta ternyata tidak diikuti oleh semua pengurus, fungsionaris dan kader Partai Golkar. Secara terbuka, atau tertutup, beberapa pengurus, fungsionaris dan kader mendukung pasangan Jokowi-JK. Keberadaan JK sebagai mantan Ketua Umum Partai Golkar menjadi alasan utama dibalik dukungan itu. Di sinilah drama dimulai. Janji yang diucapkan ARB untuk tidak memecat kader seperti itu, ternyata dilanggar. Padahal, berkali-kali ARB mengatakan bahwa pengurus atau fungsionaris yang bersangkutan cukup meletakkan jabatan, selama Pilpres berlangsung. Proses inilah yang bermuara kepada pemecatan tiga orang kader Partai Golkar dari keanggotaan partai, yakni Agus Gumiwang Kartasasmita, Nusron Wahid dan Poempida Hidayatullah.

        Bukannya malah berupaya memberikan penjelasan yang memadai menyangkut perbedaan tafsiran antara penganut AD Partai Golkar versus rekomendasi Munas Riau, DPP Partai Golkar dibawah ARB malahan memberikan sanksi kepada pengurus DPP Partai Golkar yang mendesak Munas dilaksanakan sesuai dengan AD Partai Golkar. Sejumlah pengurus dicopot atau digeser dari jabatannya. Bahkan, muncul ucapan, “Apa mereka yang menghendaki Munas Oktober 2014 itu tidak ingat Surat Keputusan sebagai Dewan Pengurus DPP Partai Golkar?” Konflik ini bisa diselesaikan, walau tetap saja sejumlah pengurus DPP Partai Golkar hilang dalam struktur DPP Partai Golkar, nyaris tanpa komunikasi politik yang cukup. situasi baru muncul, akibat voting menyangkut UU tentang Pemilihan Langsung Kepala Daerah di DPR RI.

        Sebelas anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar ternyata mendukung opsi pemilihan langsung kepala daerah. Sanksi kemudian datang dengan cepat, yakni pencopotan dari jabatan struktural di dalam tubuh Partai Golkar. Konflik baru ini masih terbatas, tidak meluas. Kalangan elite Partai Golkar malah semakin giat melakukan konsolidasi untuk menghadapi Munas pada bulan Januari 2015. Kandidat-kandidat Ketua Umum Partai Golkar bermunculan, antara lain Agung Laksono, MS Hidayat, Airlangga Hartarto, Priyo Budi Santoso, Hadjriyanto Thohari, Zainuddin Amali dan Agus Gumiwang. Kandidat-kandidat yang bersaing itu melakukan konsolidasi secara diam-diam atau terang-terangan.

        Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi mengungkapkan penyebab terjadinya konflik berkepanjangan di tubuh Golkar. Ia menyayangkan mekanisme islah tidak kunjung terwujud dan perselisihan kepengurusan harus dibawa ke pengadilan.  Muladi mengatakan, Golkar merupakan partai besar dan tua karena telah berdiri pada 20 Oktober 1964.

        Menurut dia, ini yang membuat susunan pengurus menjadi gemuk dan dianggapnya rentan menimbulkan perpecahan di internal. Menurut Muladi, kondisi politik nasional ikut memengaruhi suasana internal Golkar, khususnya dalam pertarungan Pilpres 2014. Saat itu, Golkar gagal mengusung calon dan akhirnya mendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa yang kalah oleh pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla.

        Dengan kekalahan itu, kata Muladi, untuk pertama kalinya dalam sejarah, Golkar mengambil sikap berada di luar pemerintahan. Hal tersebut dianggap oleh beberapa tokoh Golkar menabrak doktrin partai yang harus selalu berada di pemerintahan demi menjalankan visi dan misi partai. Selain itu, Muladi juga menyoroti sempitnya jarak antara waktu suksesi kepemimpinan Golkar dengan suksesi kepemimpinan nasional. Hal itulah yang dianggapnya menjadi pemantik pecahnya konflik di Golkar karena ada perdebatan keras mengenai waktu pelaksanaan Musyawarah Nasional IX.

        Perselisihan kepengurusan di tubuh Golkar memuncak karena perbedaan pendapat mengenai waktu pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) IX Partai Golkar. Kubu yang berseberangan dengan Aburizal Bakrie menuding penetapan waktu munas tak demokratis dan merupakan skenario memenangkan calon tertentu secara aklamasi. Rapat pleno penentuan waktu Munas IX yang digelar di Kantor DPP Partai Golkar pada 24-25 November 2014 diwarnai kericuhan.

        Bahkan, pada 25 November 2014, kericuhan melebar, adu jotos terjadi, dan melibatkan dua kelompok pemuda yang mengklaim sebagai organisasi sayap Partai Golkar. Golkar pun terbelah setelah kubu Aburizal Bakrie menyelenggarakan Munas IX di Bali pada 30 November-4 Desember 2014 dan menetapkan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum serta Idrus Marham sebagai sekretaris jenderal. Sementara itu, kubu Agung Laksono menggelar Munas IX pada 6-8 Desember 2014 di Jakarta dan menetapkan Agung Laksono sebagai ketua umum serta Zainuddin Amali sebagai sekretaris jenderal.

        Muladi mengatakan, majelis Mahkamah Partai Golkar pada awalnya sepakat untuk memberikan putusan sela dan memelopori islah dengan melibatkan tokoh senior Golkar. Tetapi, putusan sela itu batal dibacakan lantaran majelis Mahkamah Partai kecewa dengan sikap kubu Aburizal Bakrie yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung di tengah berjalannya sidang mahkamah.

        Dalam sidang putusan, empat majelis Mahkamah Partai Golkar menyampaikan pandangan berbeda terkait putusan perselisihan kepengurusan Partai Golkar. Muladi dan HAS Natabaya menyatakan tidak ingin berpendapat karena pengurus Golkar hasil Munas IX Bali, atau kubu Aburizal, sedang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung terkait putusan sela PN Jakarta Barat. Hal tersebut dianggap Muladi dan Natabaya sebagai sikap bahwa kubu Aburizal tidak ingin menyelesaikan perselisihan kepengurusan Golkar melalui Mahkamah Partai Golkar.

        Dengan sikap tersebut, Muladi dan Natabaya hanya memberikan rekomendasi agar kubu yang menang tidak mengambil semuanya (the winners takes all), merehabilitasi kader Golkar yang dipecat, mengakomodasi kubu yang kalah dalam kepengurusan, dan kubu yang kalah diminta untuk tidak membentuk partai baru.

        Sementara itu, anggota lain majelis Mahkamah Partai, Djasri Marin dan Andi Mattalatta, menilai Munas IX Bali yang menetapkan Aburizal Bakrie dan Idrus Marham sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal Partai Golkar secara aklamasi digelar tidak demokratis. Djasri dan Andi menilai pelaksanaan Munas IX Jakarta jauh lebih terbuka, transparan, dan demokratis, meski di lain sisi Andi dan Djasri menilai Munas IX Jakarta memiliki banyak kekurangan.

        Ia mengungkapkan, putusan itu harus dilaksanakan berikut sejumlah syaratnya, yaitu mengakomodasi kubu Aburizal secara selektif dan yang memenuhi kriteria, loyal, serta tidak melakukan perbuatan tercela untuk masuk dalam kepengurusan partai. Majelis juga meminta kepengurusan Agung untuk melakukan tugas utama partai, mulai dari musyawarah daerah dan penyelenggaraan Musyawarah Nasional X Partai Golkar. Pelaksanaannya paling lambat adalah Oktober 2016.

        Kalau misalnya pengadilan menolak, maka kuat kedudukan bagi Agung dan mau tidak mau Ical harus memberikan keleluasan untuk Agung memimpin. Kalau kemudian diterima maka artinya Agung itu tidak boleh melakukan apapun karena posisi Ical lebih kuat.

        Seharusnya, drama perebutan Fraksi Golkar harusnya tidak perlu terjadi jika kubu Agung mau menunggu hingga putusan inkracht. Begitupun dengan kubu Ical, angket untuk Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly pun sebaiknya tak perlu dikeluarkan secara tergesa-gesa.

        "Jadi lebih baik Agung ini menunggu pengadilan PTUN. Memang sebaiknya kubu Ical juga tidak mengeluarkan angket karena kedua belah pihak harus menunggu pengadilan dan angket itu Dia juga menyarankan agar Menkumham tak lagi mengeluarkan banding, saat putusan PTUN sudah dikeluarkan. Jika tetap dilakukan, hal itu hanya akan mengulang kejadian di Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Seperti diberitakan, jajaran kepengurusan Agung Laksono menggeruduk lantai 12 Gedung DPR. Mereka ingin mengambil alih fraksi. Drama perebutan Fraksi Golkar itu pun berakhir dengan pengusiran anggota polisi oleh kubu Agung Laksono.

        Namun untuk kepengurusan, pihak Munas Ancol dan Munas Bali masih bertarung di pengadilan.
"Islah yang kami lakukan tidak ada kaitannya dengan kepengurusan. Islah ini berkaitan dengan Pemilukada," kata Agung Laksono, Senin (8/6/2015) di Bandara Internasional Hang Nadim Batam. Kata Agung, jalur islah yang ditempuh pihaknya dan pihak Abu Rizal Bakri (ARB), untuk memastikan Golkar dapat ikut dalam Pemilukada serentak pada Desember 2015.
Agung mengatakan, terkait Pemilukada, ada mekanisme yang disepakti antara pihaknya dan ARB. Dimana para calon atau kandidat dari kedua kubu, akan digabung. Setelah itu semua akan digodok dan menyerahkan ke pihak ketiga.

        Menurutnya, pertemuan ini untuk bertanya jawab dan mendengarkan petunjuk maupun meminta pemaparan mengenai penyelesain kisruh di tubuh Golkar. Hasilnya, kedua kubu sepakat untuk bersatu. Ada empat poin kesepakatan yang akan ditandatangani.

        Empat poin yang telah disepakati kedua pihak adalah mengedepankan kepentingan Golkar sebagai partai. Kedua kubu bersepakat untuk bersatu dalam proses berpartispasi dalam pilkada. "Kami sepakat untuk membentuk tim penjaring bersama yang nanti akan menetapkan mekanisme, sehingga akan serentak melakukan gerakan penjaringan di seluruh Indonesia," katanya. Sementara siapa yang akan menandatangi mengenai persyaratan pilkada, menurut MS Hidayat, pada waktunya akan diputuskan setelah melalui prosaes musyawarah.

        "Yang tentu harus mengacu kepada undang-undang dan peraturan yang ada yang terkait tersebut," katanya. Setelah penandatangan nanti, kedua kubu akan membentuk tim bersama dan para sekjen dari kedua kubu akan menjadi motor untuk memenangkan pilkada. "Untuk menggerakkan teaim work yang sudah kami sepakati, untuk bisa bekerja secara menyeluruh dan pada waktunya. Insya Allah, pada 26 Juli nanti sudah bisa mengikuti pendaftaran calon di KPU," kata MS Hidayat lagi.

        Bersamaan dengan itu katanya, kedua kubu akan melakukan pembicaraan dan upaya-upaya untuk lebih merekatkan kedua kubu sehingga apa yang menjadi cita-cita bersama, menyelesaikan kemelut dan kekisruhan Golkar, ini bisa selesai pada waktunya.

        Disadari atau tidak, sesungguhnya vonis Majelis Hakim Partai Golkar – beranggotakan 4 orang hakim – tidak ganjil — menerima sebagian permohonan kedua kubu yang berselisih itu, adalah keputusan yang cerdik dan cerdas. Vonis itu seperti membuang begitu saja bola panas ke Kemenkumham, selaku lembaga hukum positif. Mahkamah partai, berupaya menggunakan palu pemerintah, untuk memutuskan pemenangnya. Keputusan seri atau sama kuat ini, sesungguhnya tidak memberi surprise apa-apa bagi pemerintahan Jokowi.

        Begitu juga terhadap wakilnya, Jusuf Kalla. Kecuali itu, vonis ini menambah lamanya waktu penyelesaian konflik. Begitu juga terhadap peluang voice dan besar kecilnya dampak keuntungan dari suatu kemelut partai sekelas Golkar. Belum adanya keputusan final yang mengikat, menyebabkan energy para elite dan kadernya kian terkuras. Ini tak cuma hanya di pusat, melainkan juga di daerah.

        Mari kita bahas dalam ruang yang sempit ini, tentang untung dan ruginya partai Golkar, jika pengadilan tingkat kasasi MA, memenangkan salah satu pihak yang bertikai. Namun sebelum kita masuk pada bahasan itu, ada lebih baiknya, kita lihat tentang partai tua ini.

        Golkar adalah partai besar, dengan segudang pengalaman di pemerintahan. Memiliki ketajaman visi dan sumber daya yang handal di perpolitikan tanah air. Banyak kalangan menilai, perpolitikan di Indonesia, tidak ada arti sama sekali, tanpa adanya partai Golkar. Kader-kader partai tua ini, adalah pembaharu, meski berada di lingkungan penguasa yang silih berganti. Itu sebabnya, kemelut yang terjadi di tubuh partai ini, menjadi hal yang menarik untuk disusupi. Apalagi Golkar di parlemen dan KMP, memiliki populasi yang relatif besar.

        Memenangkan kubu ARB – akan memperkuat KMP di parlemen, meski Ketum Golkar tidak berada pada posisi puncak di KMP. Koalisi Merah Putih, menjadi alat kontrol yang efektif dan akurat, dan sewaktu-waktu bisa menjadi teman yang akrab, meski ini sulit. Tujuan lain KMP untuk menguasi kepala daerah tidak lagi efektif, setelah Perpu Pemilu direvisi atas tekanan rakyat. KMP dapat saja sewaktu-waktu jadi blunder politik, begitu kebijakkan pemerintah dihalang-halangi di parlemen. Namun KMP menjadi daya tawar yang menarik untuk Joko Widodo, untuk menjadi presidensial yang indenpenden, lepas dari kungkungan politik yang membesarkan dirinya.

        Lalu dengan memberi kemenangan kepada kubu Agung Laksono, berarti membuka peluang bagi Golkar, untuk membangun citranya dirinya di mata rakyat. Cara ini dilakukan dengan melalui kadernya yang saat ini menjadi orang nomor dua di negeri ini. Posisi Jusuf Kalla sebagai Wapres, sangat strategis untuk membangun citra partai kuning ini kembali. Apalagi JK memiliki pengalaman sebagai orang nomor dua, saat menjadi Ketum Golkar. Ini tentu akan menimbulkan ancaman sebuah manuver politik yang menarik perhatian.

        Posisi Golkar akan menjadi lebih baik, jika dia berada di lingkungan pemerintahan, dibandingkan harus berada di luar. Selain karena pengalaman, rakyat juga akan menjadi lebih mudah melihat Golkar dengan berbagai attitudenya, dibandingkan di parlemen. Walau di bawah panji-panji KMP, Golkar cs menguasai parlemen. Namun perjuangan Golkar lebih nyata terlihat oleh rakyat, dibandingkan harus berada di luar. Apalagi banyaknya kader partai kuning ini yang menjadi kepala daerah. Ini akan memberikan harapan perlindungan bagi kadernya di muka hukum.


        Pilihan ketiga adalah – memerintahkan pimpinan hasil Munas Golkar priode 2009 – 2014 di Riau – bersama-sama dengan kubu Agung Laksono, untuk kembali menggelar Munas Golkar – lalu pemerintah (Kemenkumham) hadir sebagai wasitnya. Selama masa prosesi Munas, personel Kemenkumham tidak boleh tidur, walau sedetikpun.