Kamis, 11 Juni 2015

Heboh Beras Plastik ( Tinjauan dari hak perlindungan asasi rakyat )

          Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus beredarnya beras sintetis (beras oplosan) yang dikenal masyarakat dengan beras plastik di banyak wilayah Indonesia. Musababnya, menurut Ketua Umum DPP HIPPI Suryani Motik peredaran beras sintetis meluas hingga Sumatera dan Bali. "Kami mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan kasus beras plastik yang sudah sangat meresahkan masyarakat

         Yani mengatakan, awalnya beras berbahan sintetis itu ditemukan di Pasar Bekasi. Namun kini, telah merambah ke banyak wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Bali. Hal itu tentu sangat membahayakan bagi kesehatan masyarakat, sekaligus juga membahayakan ketahanan pangan nasional. Pasalnya, dari total 250 juta penduduk Indonesia, mayoritas mengkonsumsi beras sebagai makanan utamanya. Yani menengarai munculnya kasus beras sintetis ini salah satu pemicunya adalah tidak seimbangnya antara pasokan dan permintaan. Sementara itu, pemerintah terus mengupayakan adanya penyeragamam bahan pangan pokok, bahkan kalau perlu dari importasi.

         Berkaca dari kasus ini, HIPPI pun mendorong adanya upaya diversifikasi pangan di samping peningkatan produksi beras. Ketua Bidang Pertanian, Peternakan dan Perkebunan DPP HIPPI Emil Arifin juga mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan diversifikasi pangan. Sebab selama ini, kata dia, langkah penyeragaman mengkonsumsi beras tetap dilakukan pemerintah dengan berbagai langkah impor beras.

         "Padahal secara budaya, katanya, masyarakat Indonesia sebenarnya tidak semua menjadikan beras sebagai makanan pokoknya. Tetapi juga ada jenis lain seperti jagung, sagu, singkong, dan beberapa jenis lainnya," jelas Emil. Sejauh ini, kata dia, berdasarkan pantauan di lapangan, belum ditemukan adanya beras bercampur plastik buatan china tersebut. "Hingga kini belum ada laporan soal beras itu dari petugas pemantau kami di lapangan," ujar Busar.

         Meski aman, Busar memastikan, pengawasan tetap akan dilakukan secara maksimal karena terkadang penyelundupan bahan berbahaya melalui cara-cara yang jarang terfikirikan orang. "Masyarakat juga harus waspada, harus punya pengetahuan agar tidak jadi korban," katanya lagi. Sementara itu, Hartono, salah satu pedagang sembako di pasar Srimangunan mengatakan banyak pelanggannya menanyakan kebenaran soal beras becampur plastik. "Karena saya tidak tahu, saya cuma bilang, saya tidak jual beras seperti itu," katanya.

         Isu itu, kata dia, belum mempengaruhi penjualan beras di tokonya. Dalam sehari Hartono bisa menghabiskan 200 kilogram beras. "Belum berpengaruh, penjualan masih normal," pungkas dia. "Di masyarakat muncul ketidakpercayaan pada pemerintah. Jika pemerintah tidak melakukan pengelolaan isu dengan baik, maka dampak sosial, ekonomi dan politik akan semakin berlanjut," ujar Iding dalam Diskusi Jelang Puasa: Pangan dan Kesehatan di Dunkin Donut, Jalan HOS Cokroaminoto

         Ia menjelaskan, dampak sosial yang terjadi di masyarakat adalah publik semakin resah terhadap beras yang dijual di pasaran. Dampak ekonomi, omzet pedagang beras akan turun menjadi lebih besar dari yang saat ini anjlok hingga 60 persen. Sedangkan dampak politik, publik semakin tidak mempercayai pemerintah karena tidak mampu menanggulangi beras plastik ini.

         Menurut dia, pemerintah harus segera melakukan dua hal manajemen isu, yakni identifikasi dan melakukan langkah-langkah perbaikan. Langkah identifikasi, pemerintah diminta mencari akar persoalan dan sebab-musabab isu beras plastik ini muncul. "Permasalahan beras ini menurut saya pemerintah belum melakukan secara cermat dan komprehensif. Sehingga yang terjadi adalah pemerintah terburu-buru melakukan statement yang justru kian membingungkan masyarakat. Ini dari sisi manajemen isu kurang baik," papar dia.

         Pernyataan Kapolri Badrodin Haiti yang secara tiba-tiba membantah hasil uji laboratorium Sucofindo, karena mengeluarkan hasil yang positif terhadap temuan beras plastik di Bekasi, membuat pemerintah dinilai tak serius mengidentifikasi permasalahan ini. Seharusnya, ungkap Iding, pemerintah benar-benar melakukan identifikasi agar mengetahui akar permasalahan munculnya beras plastik yang beredar di pasar.

         "Pernyataan Kapolri Badrodin Haiti yang menyatakan alat Sucofindo itu terkontaminasi zat plastik, ini pernyataan yang sangat sembrono. Karena kita tahu betul bahwa Sucofindo merupakan bagian dari pemerintah. Bagaimana mungkin pemerintah mendelegitimasi pemerintah. Kredibilitas Sucofindo hingga saat ini belum ada yang meragukan," tutur dia.

         Pernyataan Kapolri tersebut justru menimbulkan pertanyaan yang lebih dalam di kalangan masyarakat. Jika begitu, seharusnya hasil uji laboratorium yang dilakukan Sufindo sejak dahulu juga mengandung plastik.

         "Karena yang diuji Sucofindo itu sangat banyak. Ini konyol. Menurut saya, pemerintah harus jujur terhadap sebuah kasus dan berusaha untuk mau memperbaiki. Itu jauh lebih elegan dan lebih baik. Dan menurut saya, dengan jujur kredibilitas pemerintah justru akan meningkat," pungkas Iding. Beras plastik yang beredar di Pasar Bekasi diduga berasal dari Tiongkok. Sebab, ramai diberitakan sebelumnya Tiongkok memproduksi beras palsu yang berasal dari kentang, ubi jalar dan limbah plastik. Bahkan, praktik penggunaannya dapat diakses dalam laman Youtube.

         Atas peristiwa ini, pemerintah harus segera mengecek sentra-sentra beras yang tersebar di Pulau Jawa khususnya. Hal ini untuk mengantisipasi peredaran beras palsu. Sehingga celah impor beras illegal dapat tertutup. Disamping juga, evaluasi terhadap mekanisme impor pengadaan beras tujuan khusus.

         Pemerintah juga harus menindak tegas distributor maupun pedagang yang melakukan penjualan beras ini. Tiongkok memang memilki sejarah dalam membuat makanan palsu. Harian The Global Times pernah melaporkan pada bulan Juli 2010. Perusahaan di Xi'an, Tiongkok telah membuat versi palsu secara ekspansif beras Wuchang. Caranya dengan mamasukkan bumbu penyedap dalam beras yang asli.

         Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mendesak pemerintah segera menindak pelaku dan menjelaskan ke publik soal temuan beras sintetis berbahan campuran plastik yang beredar di Bekasi, Jawa Barat. Ketidakjelasan mengenai spesifikasi dan kandungan beras sintetis  dinilai APPSI membuat konsumen khawatir salah konsumsi dan mengurangi pembelian beras di pasar.

         “Kami masih menunggu hasil dari uji laboratorium Perum Bulog dan keterangan dari Kepolisian. Jangan sampai salah kaprah dan membuat heboh masyarakat,” ujar Ngadiran, Sekretaris Jenderal APPSI kepada CNN. APPSI menduga beras oplosan plastik bukan berasal dari dalam negeri. Ngadiran menjelaskan beras palsu tersebut berbahan dasar kentang yang dicampur dengan beberapa bahan sintetis.

         Lebih lanjut, Ngadiran menyatakan pihaknya masih terus berkoordinasi dengan para anggotanya di berbagai daerah. Nantinya, kata Ngadiran, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan pemerintah dan aparat terkait. “Semoga segera ditindak. Jangan sampai bikin heboh karena pasti membuat konsumen berpikir dua kali untuk belanja beras ke pasar,” ucapnya.

         Sebelumnya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) menerima laporan dari masyarakat mengenai toko penjual beras plastik di wilayah Bekasi. Berbekal laporan tersebut, petugas otoritas perdagangan itu melakukan inspeksi ke sejumlah toko di Pasar Mutiara Gading Timur, Bekasi.  Selama tiga hari pemeriksaan lapangan, Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kemendag Widodo mengaku belum bisa menemukan pemasok beras ilegal tersebut.

         “Ketika menerjunkan tim ke lapangan, saya sebenarnya ingin secara diam-diam dulu. Tapi ternyata sudah tersebar jadi kami sulit menemukan pemasok beras tersebut. Mereka sudah pasang kuda-kuda. Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran menyebutkan ciri utama beras asli adalah adanya mata beras. "Kalau beras asli pasti ada matanya, sedangkan yang palsu putih mulus.

         Mata beras yang dimaksud Ngadiran adalah bercak putih pada bagian tengah bulir beras. Pada beras asli, bercak ini dapat terlihat dengan jelas. Beras asli juga memiliki warna yang lebih keruh. Selain itu, menurut Ngadiran, kemulusan beras asli tidak sempurna. Pasti ada bulir-bulir beras yang sedikit patah. Hal ini berbeda dengan beras palsu dari plastik bikinan pabrik yang bentuknya seragam.

         Bila dengan pandangan sekilas masih meragukan, Anda bisa mengecek keaslian beras dengan cara memanaskannya sedikit. "Bila diberi api, beras sintetis akan langsung lengket dan menyambung karena terbuat dari plastik," ujar Ngadiran. Begitu pula saat dicuci. Beras asli akan mengendap ke dasar saat direndam. Sebaliknya, beras palsu akan mengambang.

         Ngadiran mengatakan perbedaan beras palsu dan asli juga sudah disosialisasikan kepada pedagang agar tak tertipu saat membeli. Dia mengimbau masyarakat yang menemukan beras palsu dijual di pasar agar segera melapor. "Langsung saja lapor ke polisi kalau ketemu beras palsu," ucapnya.

Informasi tentang beras sintetis mencuat setelah seorang warga Bekasi, Dewi, mengungkapkan telah membeli beras yang diduga bercampur beras plastik. Pedagang bubur itu membeli 6 liter beras dengan harga Rp 8.000 per liter. Saat dimasak menjadi bubur, Dewi merasa ada kejanggalan pada beras tersebut. Pemerintah setempat pun langsung bereaksi melakukan penyelidikan.

         Menteri Perdagangan Rahmat Gobel mengungkapkan sejumlah langkah kementerian guna mengatasi maraknya peredaran beras plastik. Kementerian akan mendata produsen beras dan mengatur kembali soal mereknya. "Karena isu ini Kementerian Perdagangan akan mengatur kembali semua merek dagang yang ada buat beras," ujar Rahmat saat melakukan rapat koordinasi dengan Kapolri Badrodin Haiti di Mapolda Metro Jaya.

         Rahmat menjelaskan, saat ini Kementerian Perdagangan akan berkoordinasi juga dengan Kementerian Pertanian dalam kasus ini. Kita akan pantau siapa yang memproduksi barang-barang tapi selama ini kita juga kurang paham siapa yang memproduksinya," ujarnya.

         Ketika ditanyakan apakah sudah ada tempat lain selain Bekasi dalam penemuan beras plastik, Rahmat mengaku belum mendapatkan laporan lain mengenai kasus ini."Sampai minggu lalu saya sudah ke masing-masing daerah dan hanya baru di Bekasi saja dan di daerah lain belum, saya sudah bertemu dengan Gubernur Jawa Timur dan tidak ada laporan juga," kata Rahmat.

         Lebih lanjut, Rahmat menjelaskan isu mengenai beras berbahan plastik ini juga sudah sampai ke Negeri Jiran Malaysia.Saya kebetulan baru menghadiri acara dari rapat APEC dan bertanya kepada Menteri Perdagangan Malaysia terhadap isu ini, isu yang sama (beras plastik) ada tapi ternyata tidak ada (beras plastik), jadi memang ada isu yang diangkat.

         Pemerintah wajib mengusut tuntas dan memastiskan keamanan pangan di masyarakat sesuai dengan amanat undang-undang. Wakil Sekjen DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kamhar Lakumani mengatakan, sorotan publik masih ramai akibat dibuka kembalinya kran impor beras setelah sebelumnya pemerintah gembar-gembor tentang swasembada beras, kedaulatan pangan,  dan stop impor beras.

         "Mungkin Presiden Joko Widodo merasa malu ketika mendapati ditanyakan oleh Presiden Vietnam soal kapan lagi membeli beras ditengah meningkatnya anggaran pertanian dan pelibatan Babinsa seolah swasembada beras terwujud besok," kata Wakil Ketua Umum Kader Muda

         "Faktanya, publik kembali dikejutkan dan dicemaskan dengan beredarnya beras plastik. Kita tunggu respon presiden yang malu impor beras tapi beras plastik justru lebih memalukan," sambung Kamhar. Menurutntya, temuan beras plastik ini sangat mencemaskan dan mengkhawatirkan, apalagi berdasarkan hasil penelitian Sucofindo, beras plastik ini mengandung senyawa yang menjadi bahan baku pembuatan PVC dan kabel yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.

         "Di Eropa, bahkan untuk mainan anak-anak pun, penggunaan bahan senyawa seperti ini telah dilarang," kata Ketua Wasekjen Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia Untuk itu, Pemerintah wajib mengusut tuntas dan bertanggung jawab untuk memastikan keamanan pangan di masyarakat sebagaimana di atur dalam Pasal 68 UU Nomor 18 tahun 2012 tentang Pangan, serta mengambil tindakan tegas terhadap pelaku baik berupa sanksi administratif, denda maupun pidana penjara sesuai ketentuan dalam UU tersebut.

         "Pedagang dan pengelola pasar bertanggung jawab atas produk yang dijual di pasar itu kepada pelanggan," kata Rachmat usai melakukan pertemuan bilateral di sela pertemuan menteri-menteri perdagangan negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC). "Kita harus menyikapi masalah ini dengan bijak. Manajemen pasar tradisional harus diatur kembali agar bila terjadi suatu masalah, kita bisa cari siapa produsen barang tersebut," ujar Rachmat seperti termuat dalam rilis yang dikirim Kementrian Perdagangan.


         Dia juga menyampaikan masalah peredaran beras sintetis yang diduga berasal dari Tiongkok saat melakukan pertemuan bilateral dengan Wakil Menteri Perdagangan Cina, Wang Shouwen. Pihak Tiongkok berjanji membantu Indonesia menangani masalah peredaran beras plastik. Menurut Wang, pemerintah Cina saat ini hanya memberikan izin kepada satu badan usaha milik negara untuk mengekspor beras sehingga akan mudah menelusuri peredaran beras plastik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar