Himpunan
Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mendesak pemerintah untuk segera
menuntaskan kasus beredarnya beras sintetis (beras oplosan) yang dikenal
masyarakat dengan beras plastik di banyak wilayah Indonesia. Musababnya,
menurut Ketua Umum DPP HIPPI Suryani Motik peredaran beras sintetis meluas
hingga Sumatera dan Bali. "Kami mendesak pemerintah untuk segera
menuntaskan kasus beras plastik yang sudah sangat meresahkan masyarakat
Yani mengatakan, awalnya beras berbahan
sintetis itu ditemukan di Pasar Bekasi. Namun kini, telah merambah ke banyak
wilayah di Indonesia, mulai dari Sumatera hingga Bali. Hal itu tentu sangat
membahayakan bagi kesehatan masyarakat, sekaligus juga membahayakan ketahanan
pangan nasional. Pasalnya, dari total 250 juta penduduk Indonesia, mayoritas
mengkonsumsi beras sebagai makanan utamanya. Yani menengarai munculnya kasus
beras sintetis ini salah satu pemicunya adalah tidak seimbangnya antara pasokan
dan permintaan. Sementara itu, pemerintah terus mengupayakan adanya
penyeragamam bahan pangan pokok, bahkan kalau perlu dari importasi.
Berkaca dari kasus ini, HIPPI pun
mendorong adanya upaya diversifikasi pangan di samping peningkatan produksi
beras. Ketua Bidang Pertanian, Peternakan dan Perkebunan DPP HIPPI Emil Arifin
juga mengingatkan pemerintah untuk segera melakukan diversifikasi pangan. Sebab
selama ini, kata dia, langkah penyeragaman mengkonsumsi beras tetap dilakukan
pemerintah dengan berbagai langkah impor beras.
"Padahal secara budaya, katanya,
masyarakat Indonesia sebenarnya tidak semua menjadikan beras sebagai makanan
pokoknya. Tetapi juga ada jenis lain seperti jagung, sagu, singkong, dan
beberapa jenis lainnya," jelas Emil. Sejauh ini, kata dia, berdasarkan
pantauan di lapangan, belum ditemukan adanya beras bercampur plastik buatan
china tersebut. "Hingga kini belum ada laporan soal beras itu dari petugas
pemantau kami di lapangan," ujar Busar.
Meski aman, Busar memastikan,
pengawasan tetap akan dilakukan secara maksimal karena terkadang penyelundupan
bahan berbahaya melalui cara-cara yang jarang terfikirikan orang.
"Masyarakat juga harus waspada, harus punya pengetahuan agar tidak jadi
korban," katanya lagi. Sementara itu, Hartono, salah satu pedagang sembako
di pasar Srimangunan mengatakan banyak pelanggannya menanyakan kebenaran soal
beras becampur plastik. "Karena saya tidak tahu, saya cuma bilang, saya
tidak jual beras seperti itu," katanya.
Isu itu, kata dia, belum mempengaruhi
penjualan beras di tokonya. Dalam sehari Hartono bisa menghabiskan 200 kilogram
beras. "Belum berpengaruh, penjualan masih normal," pungkas dia. "Di
masyarakat muncul ketidakpercayaan pada pemerintah. Jika pemerintah tidak
melakukan pengelolaan isu dengan baik, maka dampak sosial, ekonomi dan politik
akan semakin berlanjut," ujar Iding dalam Diskusi Jelang Puasa: Pangan dan
Kesehatan di Dunkin Donut, Jalan HOS Cokroaminoto
Ia menjelaskan, dampak sosial yang
terjadi di masyarakat adalah publik semakin resah terhadap beras yang dijual di
pasaran. Dampak ekonomi, omzet pedagang beras akan turun menjadi lebih besar
dari yang saat ini anjlok hingga 60 persen. Sedangkan dampak politik, publik
semakin tidak mempercayai pemerintah karena tidak mampu menanggulangi beras
plastik ini.
Menurut dia, pemerintah harus segera
melakukan dua hal manajemen isu, yakni identifikasi dan melakukan
langkah-langkah perbaikan. Langkah identifikasi, pemerintah diminta mencari
akar persoalan dan sebab-musabab isu beras plastik ini muncul. "Permasalahan
beras ini menurut saya pemerintah belum melakukan secara cermat dan
komprehensif. Sehingga yang terjadi adalah pemerintah terburu-buru melakukan
statement yang justru kian membingungkan masyarakat. Ini dari sisi manajemen
isu kurang baik," papar dia.
Pernyataan Kapolri Badrodin Haiti yang
secara tiba-tiba membantah hasil uji laboratorium Sucofindo, karena
mengeluarkan hasil yang positif terhadap temuan beras plastik di Bekasi,
membuat pemerintah dinilai tak serius mengidentifikasi permasalahan ini.
Seharusnya, ungkap Iding, pemerintah benar-benar melakukan identifikasi agar
mengetahui akar permasalahan munculnya beras plastik yang beredar di pasar.
"Pernyataan Kapolri Badrodin Haiti
yang menyatakan alat Sucofindo itu terkontaminasi zat plastik, ini pernyataan
yang sangat sembrono. Karena kita tahu betul bahwa Sucofindo merupakan bagian
dari pemerintah. Bagaimana mungkin pemerintah mendelegitimasi pemerintah.
Kredibilitas Sucofindo hingga saat ini belum ada yang meragukan," tutur
dia.
Pernyataan Kapolri tersebut justru
menimbulkan pertanyaan yang lebih dalam di kalangan masyarakat. Jika begitu,
seharusnya hasil uji laboratorium yang dilakukan Sufindo sejak dahulu juga
mengandung plastik.
"Karena yang diuji Sucofindo itu
sangat banyak. Ini konyol. Menurut saya, pemerintah harus jujur terhadap sebuah
kasus dan berusaha untuk mau memperbaiki. Itu jauh lebih elegan dan lebih baik.
Dan menurut saya, dengan jujur kredibilitas pemerintah justru akan
meningkat," pungkas Iding. Beras plastik yang beredar di Pasar Bekasi
diduga berasal dari Tiongkok. Sebab, ramai diberitakan sebelumnya Tiongkok
memproduksi beras palsu yang berasal dari kentang, ubi jalar dan limbah
plastik. Bahkan, praktik penggunaannya dapat diakses dalam laman Youtube.
Atas peristiwa ini, pemerintah harus
segera mengecek sentra-sentra beras yang tersebar di Pulau Jawa khususnya. Hal
ini untuk mengantisipasi peredaran beras palsu. Sehingga celah impor beras
illegal dapat tertutup. Disamping juga, evaluasi terhadap mekanisme impor pengadaan
beras tujuan khusus.
Pemerintah juga harus menindak tegas
distributor maupun pedagang yang melakukan penjualan beras ini. Tiongkok memang
memilki sejarah dalam membuat makanan palsu. Harian The Global Times pernah
melaporkan pada bulan Juli 2010. Perusahaan di Xi'an, Tiongkok telah membuat
versi palsu secara ekspansif beras Wuchang. Caranya dengan mamasukkan bumbu
penyedap dalam beras yang asli.
Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh
Indonesia (APPSI) mendesak pemerintah segera menindak pelaku dan menjelaskan ke
publik soal temuan beras sintetis berbahan campuran plastik yang beredar di
Bekasi, Jawa Barat. Ketidakjelasan mengenai spesifikasi dan kandungan beras
sintetis dinilai APPSI membuat konsumen
khawatir salah konsumsi dan mengurangi pembelian beras di pasar.
“Kami masih menunggu hasil dari uji
laboratorium Perum Bulog dan keterangan dari Kepolisian. Jangan sampai salah
kaprah dan membuat heboh masyarakat,” ujar Ngadiran, Sekretaris Jenderal APPSI
kepada CNN. APPSI menduga beras oplosan plastik bukan berasal dari dalam
negeri. Ngadiran menjelaskan beras palsu tersebut berbahan dasar kentang yang
dicampur dengan beberapa bahan sintetis.
Lebih lanjut, Ngadiran menyatakan
pihaknya masih terus berkoordinasi dengan para anggotanya di berbagai daerah.
Nantinya, kata Ngadiran, pihaknya akan segera berkoordinasi dengan pemerintah
dan aparat terkait. “Semoga segera ditindak. Jangan sampai bikin heboh karena
pasti membuat konsumen berpikir dua kali untuk belanja beras ke pasar,”
ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan
(Kemendag) menerima laporan dari masyarakat mengenai toko penjual beras plastik
di wilayah Bekasi. Berbekal laporan tersebut, petugas otoritas perdagangan itu
melakukan inspeksi ke sejumlah toko di Pasar Mutiara Gading Timur, Bekasi. Selama tiga hari pemeriksaan lapangan,
Direktur Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen Kemendag Widodo
mengaku belum bisa menemukan pemasok beras ilegal tersebut.
“Ketika menerjunkan tim ke lapangan,
saya sebenarnya ingin secara diam-diam dulu. Tapi ternyata sudah tersebar jadi
kami sulit menemukan pemasok beras tersebut. Mereka sudah pasang kuda-kuda. Sekretaris
Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran menyebutkan
ciri utama beras asli adalah adanya mata beras. "Kalau beras asli pasti
ada matanya, sedangkan yang palsu putih mulus.
Mata beras yang dimaksud Ngadiran
adalah bercak putih pada bagian tengah bulir beras. Pada beras asli, bercak ini
dapat terlihat dengan jelas. Beras asli juga memiliki warna yang lebih keruh. Selain
itu, menurut Ngadiran, kemulusan beras asli tidak sempurna. Pasti ada
bulir-bulir beras yang sedikit patah. Hal ini berbeda dengan beras palsu dari
plastik bikinan pabrik yang bentuknya seragam.
Bila dengan pandangan sekilas masih
meragukan, Anda bisa mengecek keaslian beras dengan cara memanaskannya sedikit.
"Bila diberi api, beras sintetis akan langsung lengket dan menyambung
karena terbuat dari plastik," ujar Ngadiran. Begitu pula saat dicuci.
Beras asli akan mengendap ke dasar saat direndam. Sebaliknya, beras palsu akan
mengambang.
Ngadiran mengatakan perbedaan beras
palsu dan asli juga sudah disosialisasikan kepada pedagang agar tak tertipu
saat membeli. Dia mengimbau masyarakat yang menemukan beras palsu dijual di
pasar agar segera melapor. "Langsung saja lapor ke polisi kalau ketemu
beras palsu," ucapnya.
Informasi
tentang beras sintetis mencuat setelah seorang warga Bekasi, Dewi,
mengungkapkan telah membeli beras yang diduga bercampur beras plastik. Pedagang
bubur itu membeli 6 liter beras dengan harga Rp 8.000 per liter. Saat dimasak
menjadi bubur, Dewi merasa ada kejanggalan pada beras tersebut. Pemerintah
setempat pun langsung bereaksi melakukan penyelidikan.
Menteri Perdagangan Rahmat Gobel
mengungkapkan sejumlah langkah kementerian guna mengatasi maraknya peredaran
beras plastik. Kementerian akan mendata produsen beras dan mengatur kembali
soal mereknya. "Karena isu ini Kementerian Perdagangan akan mengatur
kembali semua merek dagang yang ada buat beras," ujar Rahmat saat melakukan
rapat koordinasi dengan Kapolri Badrodin Haiti di Mapolda Metro Jaya.
Rahmat menjelaskan, saat ini
Kementerian Perdagangan akan berkoordinasi juga dengan Kementerian Pertanian
dalam kasus ini. Kita akan pantau siapa yang memproduksi barang-barang tapi
selama ini kita juga kurang paham siapa yang memproduksinya," ujarnya.
Ketika ditanyakan apakah sudah ada
tempat lain selain Bekasi dalam penemuan beras plastik, Rahmat mengaku belum
mendapatkan laporan lain mengenai kasus ini."Sampai minggu lalu saya sudah
ke masing-masing daerah dan hanya baru di Bekasi saja dan di daerah lain belum,
saya sudah bertemu dengan Gubernur Jawa Timur dan tidak ada laporan juga,"
kata Rahmat.
Lebih lanjut, Rahmat menjelaskan isu
mengenai beras berbahan plastik ini juga sudah sampai ke Negeri Jiran
Malaysia.Saya kebetulan baru menghadiri acara dari rapat APEC dan bertanya
kepada Menteri Perdagangan Malaysia terhadap isu ini, isu yang sama (beras
plastik) ada tapi ternyata tidak ada (beras plastik), jadi memang ada isu yang
diangkat.
Pemerintah wajib mengusut tuntas dan
memastiskan keamanan pangan di masyarakat sesuai dengan amanat undang-undang. Wakil
Sekjen DPN Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Kamhar Lakumani mengatakan,
sorotan publik masih ramai akibat dibuka kembalinya kran impor beras setelah
sebelumnya pemerintah gembar-gembor tentang swasembada beras, kedaulatan
pangan, dan stop impor beras.
"Mungkin Presiden Joko Widodo
merasa malu ketika mendapati ditanyakan oleh Presiden Vietnam soal kapan lagi
membeli beras ditengah meningkatnya anggaran pertanian dan pelibatan Babinsa
seolah swasembada beras terwujud besok," kata Wakil Ketua Umum Kader Muda
"Faktanya, publik kembali
dikejutkan dan dicemaskan dengan beredarnya beras plastik. Kita tunggu respon
presiden yang malu impor beras tapi beras plastik justru lebih memalukan,"
sambung Kamhar. Menurutntya, temuan beras plastik ini sangat mencemaskan dan
mengkhawatirkan, apalagi berdasarkan hasil penelitian Sucofindo, beras plastik
ini mengandung senyawa yang menjadi bahan baku pembuatan PVC dan kabel yang
sangat berbahaya bagi kesehatan manusia.
"Di Eropa, bahkan untuk mainan
anak-anak pun, penggunaan bahan senyawa seperti ini telah dilarang," kata
Ketua Wasekjen Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia Untuk itu, Pemerintah
wajib mengusut tuntas dan bertanggung jawab untuk memastikan keamanan pangan di
masyarakat sebagaimana di atur dalam Pasal 68 UU Nomor 18 tahun 2012 tentang
Pangan, serta mengambil tindakan tegas terhadap pelaku baik berupa sanksi
administratif, denda maupun pidana penjara sesuai ketentuan dalam UU tersebut.
"Pedagang dan pengelola pasar
bertanggung jawab atas produk yang dijual di pasar itu kepada pelanggan,"
kata Rachmat usai melakukan pertemuan bilateral di sela pertemuan
menteri-menteri perdagangan negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik
(Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC). "Kita harus menyikapi masalah
ini dengan bijak. Manajemen pasar tradisional harus diatur kembali agar bila
terjadi suatu masalah, kita bisa cari siapa produsen barang tersebut,"
ujar Rachmat seperti termuat dalam rilis yang dikirim Kementrian Perdagangan.
Dia juga menyampaikan masalah peredaran
beras sintetis yang diduga berasal dari Tiongkok saat melakukan pertemuan
bilateral dengan Wakil Menteri Perdagangan Cina, Wang Shouwen. Pihak Tiongkok
berjanji membantu Indonesia menangani masalah peredaran beras plastik. Menurut
Wang, pemerintah Cina saat ini hanya memberikan izin kepada satu badan usaha
milik negara untuk mengekspor beras sehingga akan mudah menelusuri peredaran
beras plastik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar